Friday, July 11, 2008

Oleh-oleh dari KEK: Jejak Tuhan Yesus Kristus

(Dikirim ke mailing-list: Komunikasi_KAS dan Serayu-Net - 11 Juli 2008)

Dear Milis,

Dalam prosesi Sakramen Mahakudus, saya sempat merekam (pakai GPS) perjalanan Tuhan Yesus dari Gereja Jago Ambarawa keluar ke jalan raya, berbelok ke kiri melewati jalan umum yang tidak terlalu lebar, menuju Kapel di kompleks Gua Maria Kerep Ambarawa. Rekaman tersebut saya overlay di citra Google Earth. Selain itu saya tambahkan 2 foto Sakramen Mahakudus ketika berangkat dan setelah ditahtakan. Semuanya saya kemas dalam file pps (power point show) yang untuk membukanya tinggal klik file tersebut.

Karena filenya cukup besar (sekitar 9 MB), bagi yang berminat, silahkan mengunduh (download) dari alamat web berikut:

http://lecturer.ukdw.ac.id/petrus/Jejak_Tuhan.pps

(atau lihat di SlideShare di bawah ini)

Selamat menyaksikan jejak perjalanan Tuhan Yesus di dunia nyata kita.

Salam,
Petrus Paryono

Oleh-oleh dari KEK: Membahagiakan orang tua

(Dikirim ke mailing-list: Komunikasi_KAS dan Serayu-Net - 8 Juli 2008)

Dear Milis,

Dalam acara KEK, kami yang masuk kelompok dewasa mendapatkan akomodasi di rumah umat (live in). Ada juga informasi yang kami dengar, ada yang tinggal di keluarga yang setengah katolik (yang bapaknya bukan katolik).

Kami terdiri dari 4 bapak dan 2 ibu tinggal di tempat seorang ibu dengan keponakannya, Risma, yang baru saja naik kelas 4 SD. Acara hari pertama, Jum'at, cukup padat. Setelah mengikuti prosesi, kami mendapat giliran jaga bakti. Tengah malam kami kembali ke tempat tinggal kami. Lalu Sabtu pagi kami, juga harus segera kembali ke gereja untuk mengikuti misa, dan dilanjutkan seminar sampai sore.

Sabtu sore kami baru berkesempatan berbincang-bincang dengan ibu pemilik rumah dan keponakannya itu. Karena Sabtu malam ada acara Pentas Seni, maka kami mengajak Risma, yang kami pikir pasti senang dengan acara "hiburan malam" itu. Ibu-ibu "bertugas sebagai gembala" bagi si kecil ini, sedangkan bapak-bapak beradorasi sendiri-sendiri.

Saya sempat melihat ibu-ibu dan Risma masuk ke ruang Adorasi Abadi sebentar, sebelum Sakramen Mahakudus dipindahkan ke kapel, untuk adorasi bagi kelompok-kelompok yang terjadwal. Rupanya dari sana, Risma justru menunjukkan taman di komplek Gua Maria Kerep beserta isinya kepada ibu-ibu. Wah layaknya pemandu wisata nih. Setelah itu baru mereka nonton pentas seni.

Sekitar pukul 21.00 setelah beberapa waktu menonton pentas seni, si Risma rupanya merasa telah diberi perhatian oleh tamu-tamunya, sehingga dia tampak bahagia. Anak ini rupanya juga ingin membalas kebaikan yang diperoleh dan ingin membahagiakan orang tua yang telah mengajak ke acara pentas seni. Lalu diapun bertanya kepada ibu-ibu yang menemaninya "Bu, apa bude dan pakde-pakde itu jadi adorasi sampai jam 1 malam?" Dia juga menunjukkan kesiapannya untuk bergantian menemani. Thiiieeng. Haahh?

Ibu-ibu terbengong-bengong dengan tantangan tersebut? Adorasi 3 jam? Lha wong, kalau di stasi atau paroki ada adorasi yang giliran jaga baktinya 1 jam saja, hanya dihadiri oleh sedikit orang (dewasa). Koq ini ada anak baru naik kelas 4 SD ngajak adorasi 3 jam. Malu ah.

Rupanya Risma ini sudah terbiasa beradorasi 3 jam di Kapel Adorasi Abadi di komplek Gua Maria Kerep Ambarawa. Jam 2 pagipun dia ikut umat lain berombongan pergi ke kapel tersebut. Tidak naik sepeda motor atau angkot, tapi jalan kaki sekitar 1 jam.

Dari manakah munculnya motivasi dan iman sebesar ini? Dari lingkungan? Dari imam, biarawan, biarawati? Atau dari Yesus sendiri yang memberi sentuhan yang begitu mendalam untuk berkunjung kepadaNya?

Salam,
Petrus Paryono

Marilah kepadaKu

(Dikirim ke mailing-list: Komunikasi_KAS dan Serayu-Net - 7 Juli 2008)

Dear Milis,

"Marilah kepadaKu" (Mat 11:28) dalam subjek di atas merupakan tema Visitatio Sanctissime (Kunjungan kepada Sakramen Mahakudus). Salah satu bentuk Devosi Ekaristi ini akan diadakan:

Setiap hari Kamis
Pukul 18.00 - 18.30 WIB
Di Gereja Katolik St. Paulus Stasi Pringgolayan
Yogyakarta

Undangan berkunjung ini terbuka bagi siapa saja yang "letih lesu dan berbeban berat" atau yang sekedar ingin berjumpa dengan Tuhan Yesus yang tersamar dalam hosti dan bersemayam di dalam Tabernakel.

Bila ada yang ingin didoakan pada Visitatio tersebut, bisa sms (untuk sementara) ke nomer hp saya (maaf tak dibalas). SMSkan saja informasi "nama dan ujub doa" secara singkat.

Salam,
Petrus Paryono
081 2296 1136

Oleh-oleh dari KEK: Ayo turun















(Dikirim ke mailing-list: Komunikasi_KAS dan Serayu-Net - 2 Juli 2008)

Dear Milis,

Kongres Ekaristi dimulai dengan perayaan Ekaristi di Gereja Jago Ambarawa. Ketika rombongan kami tiba, ternyata gereja sudah mulai penuh dan petugas memberitahu kami kalau di balkon masih banyak tempat duduk. Lalu kamipun naik ke balkon dan memang masih banyak tempat. Dari atas ternyata malahan mendapatkan pemandangan yang lebih bagus, karena bisa langsung melihat ke altar tanpa halangan.

Misa berjalan lancar meskipun ketika di penghujung acara sebelum pengumuman dan prosesi, lampu-lampu utama sempat mati dan tidak hidup sampai prosesi dimulai. Untungnya sound-system "cadangan" (termasuk toa/megaphone) bisa lumayan membantu.

Ketika prosesi akan mulai, saya sebenarnya sudah menyiapkan kamera digital untuk mengambil gambar Sakramen Mahakudus dari balkon. Tapi ada seorang ibu mengajak saya turun supaya nanti bisa 'menelusup' didalam iring-iringan di belakang Sakramen Mahakudus. Sayapun akhirnya turun, sambil dalam hati membatin, wah benar juga ya ajakan turun tadi. Kalau saya di atas balkon dan Sakramen Mahakudus lewat di bawah saya, berarti kan tidak ada rasa hormat.

Di bawah balkon ternyata sudah banyak orang, dan hanya ada tempat sedikit saja untuk saya berdiri. Saya menunggu sampai Sakramen Mahakudus muncul di bawah balkon dan siap untuk mengambil gambar. Tapi begitu saya lihat Sakramen Mahakudus itu, betapa terkejutnya saya. Sakramen Mahakudus itu tampak berwarna biru cerah mirip kilau permen fox yang bening itu. Dada saya pun seketika terasa mendapatkan dorongan sampai terasa sesak. Saking kagetnya, saya cepat-cepat berlutut dan sempat selintas untuk segera mengambil fotonya. Kamera digital segera saya arahkan ke Sakramen Mahakudus tanpa peduli lagi apakah sudah masuk frame dan fokus. Langsung saja saya jepret sambil masih berlutut.

Sungguh membingungkan. Otak saya yang terbiasa dengan sains serta segala kenalarannya, langsung mencari tahu bagaimana hal itu bisa terjadi. Saya pikir dari belakang ada lampu yang menyorot Sakramen Mahakudus sehingga tembus dan memberi efek biru. Tapi saya teringat kalau lampu-lampu utama di dalam gereja mati, dan tinggal tersisa beberapa lampu hemat energi. Lalu dari mana bisa timbul efek biru tersebut? Dua hari kemudian ketika misa penutupan, saya berkesempatan melihat monstrans yang dipakai Sakramen Mahakudus tersebut dari bagian belakang. Ternyata belakang monstran itu terbuat dari logam dan bukan kaca. Jadi tak mungkin kalau ada pencahayaan dari belakang. Aneh.

Mengenai tenaga yang terasa mendorong keras dada saya itupun juga sulit dipahami secara nalar. Bingung saya untuk menerangkan fenomena tersebut secara ilmiah. Untungnya ini bukan ujian fisika optik atau fisika nuklir, karena pasti tidak lulus. Untuk ini saya harus minta maaf kepada dosen-dosen saya di MIPA Fisika UGM, karena alumninya tak mampu menjawab fenomena yang dialami. Memalukan ya. Mudah-mudahan saja mahasiswa saya tidak ada yang membaca kebodohan saya ini.

Apapun yang terjadi, bagi saya pengalaman iman itu (sinar biru) memelekkan mata dan (dorongan tenaga) membuka hati saya untuk lebih terbuka terhadap sapaan Tuhan dengan cara yang diinginkanNya. Kemuliaan bagiNya, sekarang dan selama-lamanya.

Salam,
Petrus Paryono

Oleh-oleh dari KEK: Membagi-bagi hosti

(Dikirim ke mailing-list: Komunikasi_KAS dan Serayu-Net - 1 Juli 2008)

Dear Milis,

Dalam Kongres Ekaristi KAS minggu lalu, Rm Bernard Boli Ujan, SVD memaparkan makna dan simbol-simbol dalam ekaristi. Yang menarik adalah ketika beliau menjelaskan bagaimana seharusnya seorang imam. Seorang imam seharusnya memecah-mecah hosti menjadi 4 bagian (kalau ndak salah), dan sebagian potongan diberikan kepada orang lain. Inilah yang dimaksud dengan semangat berbagi dengan orang lain. Topik ini banyak mendapat tanggapan dari peserta dan menjadi tanya jawab yang mengasyikkan, karena ada pula imam yang tidak melakukan dengan cara yang standar.

Saya pribadi, yang kebetulan menjadi prodiakon, juga merasa tergelitik dengan ritual imam-imam dalam memecah-mecah hosti dan memberikan (sebagian) kepada orang lain.

Ada imam yang memecah hosti menjadi empat (ada pula yang lebih), kemudian potongan-potongan tersebut diletakkan di patena atau sibori untuk diberikan kepada prodiakon, atau misdinar, atau umat yang punya ujub. Imam-imam ini tampak benar-benar khusyuk dan sungguh memiliki semangat berbagi.

Ada imam yang malahan memberi prodiakon potongan hosti dan sekaligus anggur. Sungguh terasa sekali, bagaimana seorang "pelayan komuni" di-uwong-ke, karena boleh menyantap Tubuh dan minum Darah Kristus. Sungguh terasa kasih/perhatian seorang imam yang dari hatinya mengalir semangat berbagi. Berbagi kepada orang yang terdekat di altar yang dalam hal ini prodiakon.

Namun demikian, saya juga pernah melihat bagaimana seorang imam memecah-mecah hosti yang berukuran lebih besar dari biasa (diameter sekitar 15 cm), setelah dipecah-pecah, disatukan sampai kelihatan tebal, kemudian dicelupkan dalam anggur, lalu dimakannya sendiri semua. Saya hanya membatin, mudah-mudahan ndak keloloten. Koq mangan hosti suci seperti mangan kue dolar atau sempe abang ijo. Untungnya, saya masih bisa menahan tawa, lha kalau sampai prodiakone tertawa terpingkal-pingkal, terus umate kan jadi bingung tho.

Yah, itulah aneka peristiwa yang menggelitik yang terjadi dalam perayaan ekaristi, dan semangat berbagi yang disinggung oleh Rm. Boli.

Masih ada oleh-oleh lain dari KEK, lain kali saya bagikan di milis ini.

Salam,
Petrus Paryono

Tuesday, November 20, 2007

Istilah Prodiakon

Sampai saat ini, masih ada pihak-pihak yang tidak merasa cocok dengan istilah Prodiakon yang sudah mulai banyak digunakan. Bahkan buku-buku dengan judul Prodiakon juga sudah banyak muncul. Saya pribadi tak terlalu memusingkan dengan istilah yang dipakai, tetapi lebih pada esensi dan job description (tugas) yang diberikan oleh Uskup.

Dalam surat tugas yang diberikan oleh Uskup Agung Semarang, tertera tugas utama seorang prodiakon adalah membantu imam membagikan komuni suci kepada umat dan kepada orang-orang sakit atau jompo. Dengan tugas ini, prodiakon bisa disebut sebagai Pelayan Awam Komuni, atau bisa pula sebagai Pelayan Luar Biasa Komuni.

Selain tugas utama tersebut, ternyata masih ada tugas-tugas lain seperti memimpin ibadah sakramentali dan tugas lain yang diberikan oleh imam di paroki tempatnya bertugas. Jadi apapun sebutannya atau istilahnya, yang penting adalah penugasannya. Siapa yang memberi tugas? Uskup atau Tuhan Yesus sendiri lewat Uskup?

Sunday, November 18, 2007

Prodiakon sebagai Pelayan Luar Biasa Komuni

Membagikan Komuni Suci: Pelayan Luar Biasa Komuni

oleh: Romo William P. Saunders *

Dalam laporan mengenai kunjungan Bapa Suci Yohanes Paulus II ke Austria, saya membaca komentar mengenai keterlibatan kaum awan dalam bermacam ragam pelayanan dan bagaimana Vatikan mengeluarkan pernyataan mengenainya. Sebagai seorang Katolik senior, saya selalu mempertanyakan keterlibatan kaum awam dalam membantu membagikan komuni suci. Bagaimanakah sebenarnya keterlibatan kaum awam dalam hal ini?
~ seorang pembaca di Alexandria

Pada tanggal 13 November 1997, delapan lembaga Vatikan, dengan persetujuan Bapa Suci, menerbitkan suatu pedoman yang berjudul "Beberapa Pertanyaan mengenai Kerjasama Umat Beriman Tak Tertahbis dalam Pelayanan Imam." Pedoman ini membahas peran serta umat beriman: dalam pelayanan Sabda, termasuk menyampaikan khotbah; dalam perayaan-perayaan liturgis, termasuk membagikan komuni suci dan menghantar komuni suci apabila imam berhalangan dalam pelayanan orang sakit. Sesungguhnya, motivasi dari diterbitkannya pedoman
ini adalah untuk mengatasi penyimpangan- penyimpangan tertentu yang muncul dalam bidang-bidang ini. Di samping itu, Gereja hendak mengajukan kembali perbedaan antara peran `imamat jabatan' dari para klerus tertahbis, dan peran `imamat umum' dari semua orang yang telah dibaptis.

Dalam menjawab pertanyaan ini, kita akan membatasi pembahasan kita pada peran Pelayan Ekaristi. Di sini, patut kita camkan dua prinsip pokok: Pertama, anugerah paling berharga yang dipercayakan Kristus kepada Gereja-Nya adalah Ekaristi yang Mahakudus, Sakramen Tubuh dan Darah-Nya. Ekaristi, seperti dimaklumkan Konsili Vatikan II, adalah pusat dan puncak
sembah sujud kita sebagai orang Katolik. Kedua, pastor paroki hendaknya memastikan bahwa Ekaristi Mahakudus adalah sungguh pusat kehidupan paroki dan bahwa umat beriman dihidupi melalui perayaan-perayaan khidmad semua sakramen, teristimewa melalui penerimaan Sakramen Ekaristi Mahakudus dan Sakramen Tobat sesering mungkin (Kanon 528, No. 2).

Berdasarkan pemahaman di atas, maka istilah "Pelayan Ekaristi" hanya dapat diberikan pada seorang imam. Para imamlah yang harus menerimakan komuni kepada kaum awam di antara umat beriman pada saat perayaan Misa. Sebab itu, seperti dimaklumkan Kitab Hukum Kanonik, "Pelayan biasa komuni suci adalah uskup, imam dan diakon." (No. 910.1). Di samping para pelayan tertahbis, dikenal juga pelayan luar biasa komuni suci. "Pelayan luar biasa komuni suci
adalah akolit atau orang beriman lain yang ditugaskan sesuai ketentuan" (No. 910.2) untuk membantu membagikan komuni suci kepada umat beriman.

Pada tanggal 25 Maret 2004, Kongregasi untuk Ibadat dan Tata-Tertib Sakramen bekerjasama dengan Kongregasi untuk Ajaran Iman, menerbitkan instruksi "Redemptionis Sacramentum" (= Sakramen Penebusan) di mana dibahas lebih lanjut mengenai para pelayan luar biasa (= tak lazim) komuni suci yang diperkenankan membantu imam hanya dalam batasan-batasan tertentu:

(1) bila jumlah orang beriman yang ingin menyambut komuni begitu besar, sehingga perayaan Misa itu akan terlalu lama (teristimewa sejak dilonggarkannya "hukum puasa" yang lama);

(2) bila imam berhalangan karena kesehatan, usia lanjut, atau alasan lain yang wajar;

(3) bila sejumlah mereka yang sakit dan harus tinggal di rumah di berbagai tempat (rumah-rumah sakit, rumah-rumah perawatan, atau rumah-rumah pribadi) membutuhkan pelayanan agar dapat menerima komuni suci secara teratur.

Karena alasan-alasan di atas, Vatikan memperkenankan Uskup untuk menunjuk "seorang yang pantas" untuk keadaan-keadaan khusus atau untuk suatu jangka waktu tertentu guna membantu para pelayan biasa untuk membagikan komuni suci.

Penunjukkan para pelayan luar biasa komuni suci dan hak istimewa untuk membagikan komuni suci diberikan demi kebaikan umat beriman dan hanya dalam kasus-kasus yang mendesak. Para calon pelayan luar biasa komuni suci wajib diberi pengarahan yang pantas dan wajib mengamalkan hidup Kristiani yang saleh. Mereka harus memiliki devosi mendalam kepada Ekaristi Kudus dan menjadi teladan dalam kesalehan dan sembah sujud. Para pelayan luar biasa
komuni suci wajib memiliki cinta yang luar biasa kepada Ekaristi Kudus dan kepada Gereja, Tubuh Kristus.

Di keuskupan kami, seorang yang ditunjuk haruslah seorang dewasa berusia sekurang-kurangnya 21 tahun. Calon wajib mengikuti pengarahan yang diadakan oleh Komisi Liturgi. Setelah mendapatkan rekomendasi dari pastor, Uskup melantik para pelayan luar biasa komuni suci untuk suatu periode selama tiga tahun, yang sesudahnya dapat diperpanjang. Tetapi, pelantikan ini hanya berlaku bagi pelayanan di dalam suatu paroki tertentu.

Namun demikian, diperingatkan pula dalam instruksi akan bahaya penyelewengan hak istimewa ini hingga mengaburkan peran imamat jabatan. Para pelayan luar biasa adalah sungguh "luar biasa" dan bukan "biasa". Mereka hanya diperkenankan membagikan komuni suci sesuai dengan ketentuan di atas. Di samping itu, praktek-praktek tertentu hendaknya dibatasi: para pelayan luar biasa komuni suci tidak dapat menerimakan komuni suci kepada diri mereka sendiri atau selain dari umat beriman seolah mereka adalah konselebran dalam perayaan Misa, dan mereka tidak diperkenankan membagikan komuni suci apabila jumlah pelayan tertahbis mencukupi untuk membagikan komuni suci.

Dalam pelayanan imamat saya sendiri, saya melihat perlunya keterlibatan awam sebagai pelayan luar biasa komuni suci, teristimewa dalam mengunjungi orang-orang sakit, mereka yang harus tinggal di rumah, dan yang berada di tempat-tempat perawatan. Oleh karena bantuan mereka, umat beriman dapat menerima komuni suci lebih sering. Namun demikian, pelayanan para pelayan luar biasa ini tidak menghindarkan imam dari mengunjungi mereka yang sakit,
teristimewa dalam melayani Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Lagipula, saya telah diperkaya oleh devosi dan kasih dari sebagian para pelayan luar biasa ini kepada Sakramen Mahakudus. Saya mengenal beberapa pelayan luar biasa yang pada mulanya menolak ketika diminta untuk melaksanakan pelayanan ini karena mereka merasa "tidak layak" - suatu tanda kerendahan hati. Dan, saya melihat banyak dari antara mereka yang dengan setia mengambil resiko dalam segala macam cuaca buruk demi mengunjungi umat yang ada dalam pelayanan mereka.

Sebaliknya, saya juga melihat penyelewengan- penyelewengan. Beberapa tahun lalu, saya memimpin Sakramen Pernikahan sepupu saya, mempelai laki-laki. Imam, yang berasal dari keuskupan utara dan yang juga adalah sahabat keluarga mempelai perempuan, berkonselebrasi bersama saya. Imam itu beranggapan bahwa akan "mengesankan" jika mempelai perempuan dan mempelai laki-laki saling menerimakan komuni suci. Saya menolak. Tetapi katanya, "Semua majalah-majalah liturgis populer menyarankan hal ini." Saya mengatakan, "Tetapi, Gereja tidak."

Imam hendak menyelewengkan hak istimewa dan memerosotkan hak istimewa yang sakral ini menjadi sesuatu yang murahan.

Suatu ketika saya ditugaskan ke sebuah paroki kecil yang memiliki tiga imam aktif dan seorang diakon. Tidak ada kebutuhan akan adanya asisten dalam membagikan komuni suci dalam Misa. Para pelayan Ekaristi mengunjungi rumah-rumah sakit dan juga rumah-rumah perawatan setempat. Setelah Misa, seorang perempuan dari Massachusetts bertanya, "Mengapakah tidak ada awam yang membantu membagikan komuni?" Setelah saya menjawab, ia berkata sambil beranjak pergi, "Vatikan II memberikan hak kepada kami untuk itu." Vatikan II tidak memberikan hak ini kepada siapa pun. Sebagai seorang imam tertahbis, saya pun tidak memiliki hak" untuk membagikan komuni suci; melainkan ini merupakan suatu hak istimewa yang dideligasikan oleh Uskup.

Sebab itu, walau awam dapat berperan sebagai pelayan luar biasa komuni suci, dan sungguh memberikan pelayanan yang berharga bagi paroki, namun kita harus tetap tunduk pada norma-norma Gereja. Norma-norma ditetapkan Gereja demi menjamin penghormatan serta proteksi terhadap Sakramen Mahakudus.

* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.
sumber : "Straight Answers: Distribution of Communion: A Privilege, Not a Right" by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright
©1998 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved;
www.catholicherald. com
disesuaikan dengan : "Redemptionis Sacramentum" dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat dan Tata-Tertib Sakramen; diterbitkan oleh Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia

Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell. net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald." (http://www.indocell.net/yesaya/id711.htm)